Manajemen Gedung Kesenian (GK) Rumentang Siang mengancam akan membubarkan diri. Hal itu disebabkan sejak tahun 2006, mereka tidak lagi mendapatkan kucuran dana operasional dari Pemprov Jabar. Sedangkan kucuran dana dari Pemkot Bandung terhenti sejak tahun 2007. Jika sampai akhir tahun 2008 kondisi ini tak berubah, manajemen GK Rumentang Siang akan membubarkan diri.
“Betapa berat kami harus bekerja tanpa dana operasional yang memadai, baik untuk gaji, perbaikan sarana dan prasarana, serta untuk menjalankan program kesenian yang telah kami rancang selama ini. Bubar adalah satu-satunya solusi yang terbaik bagi kami,” ujar Wakil Ketua GK Rumentang Siang, Tjetje Raska Mohamad, kepada “PR” di Jln. Baranang Siang No. 1 Bandung, Kamis (9/10).
Menurut Tjetje, dengan tidak adanya kucuran dana tersebut, beberapa pertunjukan sandiwara Sunda yang biasa disubsidi oleh GK Rumentang Siang otomatis terhenti. Demikian juga dengan pertunjukan wayang golek, yang satu sampai dua kali diadakan oleh GK Rumentang Siang, juga terhenti. Selain itu, tak ada lagi pembacaan puisi yang digelar oleh para penyair yang pada dasarnya tidak punya uang untuk menyewa gedung pertunjukan. Pertunjukan teater pun boleh dibilang langka.
Merunut pada sejarah berdirinya GK Rumentang Siang, Tjetje mengatakan bahwa berdirinya GK Rumentang Siang berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jabar No. 13/A.1/2/SK/Kesra/75 yang pada saat itu dijabat oleh Solihin G.P. Dalam SK tersebut dijelaskan bahwa Penanggung Jawab Badan Pengelola GK Rumentang Siang adalah Gubernur Jawa Barat dan Wakil Ketua dijabat oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bandung. Selain itu, pada butir lainnya disebutkan pula bahwa biaya bagi penyelenggaraan GK Rumentang Siang didapat dari subsidi Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat, Pemerintah Tingkat II Kotamadya Bandung, dan usaha yang sah.
“Berdasar SK tersebut kami menerima kucuran dana dari Pemda Jabar dari tahun 1975-2003. Pada tahun 2003, ada perubahan kepemimpinan di GK Rumentang Siang dengan SK baru dari Gubernur Nuriana, yang tidak lagi mencantumkan soal subsidi karena dialihkan penerimaannya lewat Disbudpar Jabar. Kami terakhir kali menerima dana dari Disbudpar Jabar pada tahun 2006, sedangkan dari Pemkot Bandung sampai tahun 2007. Setelah itu, tidak lagi mendapatkan kucuran dana. Konon kabarnya hal itu terjadi karena berbenturan dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 t entang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang tidak kami pahami,” kata Tjetje.
Selain menerbitkan SK Gubernur Jabar tentang Pembentukan Badan Pengelola Gedung Kesenian Rumentang Siang, pada tahun 1975 Gubernur Jabar menerbitkan pula SK tentang Penetapan Pelaksana Harian Pengelola Gedung Kesenian Rumentang Siang. SK No. 14 yang menetapkan Endang Rusma sebagai pejabat sementara manajer dan Wahyu Wibisana, R.A. Affandi, Drs. Nana Durmana, dan Suyatna Anirun sebagai penasihat ahli.
Pada tahun 2003 terbit SK Gubernur Jabar tentang pengangkatan Badan Pengelola Rumentang Siang. SK yang ditandatangani R. Nuriana ini memutuskan pemberhentian badan pengelola, penasihat ahli, dan pelaksana harian seperti yang disahkan pada SK nomor 13 dan 14. Sebagai penggantinya, diangkatlah Pemprov Jabar, Disbudpar Jabar, dan PD Jasa dan Kepariwisataan, sebagai manajer, dan Tjetje Raksa Muhamad sebagai wakilnya. Kepengurusan tersebut sudah berakhir pada 10 April 2007. Namun, hingga kini belum ada keputusan apa pun dari Pemda Tingkat I Jabar c.q. lembaga terkait sebagaimana tercantum dalam SK Gubernur yang baru itu.
Tjetje menambahkan, tidak adanya kucuran dana dari Pemprov Jabar langsung ke GK Rumentang Siang disebabkan adanya perbedaan SK 643.2 dengan SK 13 dan 14 pada segi pengelola, penanggung jawab, dan anggaran. Pada SK 643.2, Pemkot Bandung tidak menjadi pengelola. Sebab, menilik Perda Nomor 4 Tahun 1999, Gedung Kesenian Rumentang Siang merupakan Aset PD Jasa dan Kepariwisataan yang pengelolaannya ditangani oleh badan pengelola di bawah Disbudpar Jabar. Selain itu, tak adanya penanggung jawab di SK 643.2 ini membuat GK Rumentang Siang tidak menentu nasibnya.
Duduk bersama
Ketua DPRD Jabar, H.A.M. Ruslan mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan kalau manajemen GK Rumentang Siang harus bubar. “Jika benar-benar bubar ini artinya kita tidak punya lagi gedung kesenian yang telah menyejarah dan banyak mencetak seniman ternama hingga ke mancanegara. Baik sebagai pribadi maupun sebagai Ketua DPRD Jabar, saya berdiri di barisan seniman. Saya akan mempelajari perkara ini hingga tuntas, dan akan berdialog dengan pihak-pihak terkait,” ujarnya.
Ruslan menyarankan agar manajemen GK Rumentang Siang duduk bersama dengan Pemkot Bandung, Pemda Tingkat I Jabar c.q. Disbudpar Jabar, dan PD Jasa dan Kepariwisataan Jabar ,untuk membicarakan persoalan tersebut hingga tuntas.
“Terus terang saya sangat prihatin. Masa di zaman sekarang ini orang yang bekerja di GK Rumentang Siang masih ada yang menerima gaji Rp 200.000,00, cukup untuk apa?” katanya menegaskan.
Hal yang sama juga disampaikan oleh pakar hukum Yesmil Anwar dan penyair Juniarso Ridwan. Keduanya sangat menyayangkan jika manajemen GK Rumentang Siang harus bubar. “Saya dan teman-teman seniman akan mengadakan pertemuan dan mengupayakan dialog dengan Gubernur Jabar untuk membicarakan nasib GK Rumentang Siang. Selain itu, saya akan pula mempelajari aturan hukum yang berkaitan dengan GK Rumentang Siang. Kami tidak akan tinggal diam,” ujar Yesmil Anwar.
Sementara itu Juniarso Ridwan mengatakan, apa yang dialami oleh GK Rumentang Siang saat ini sebagai akibat dari ketidakjelasan peraturan pemerintah dalam membangun kesenian di Indonesia pada umumnya, dan di Jawa Barat pada khususnya. (A-48/Eric Senjaya-Pusat Data Redaksi)***
Sumber: Pikiran Rakyat / www.silokabudaya.com


 

Copyright 2008| paguyuban pasundan - jepang